Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulut, Sugiharto Reksopertomo SH MH tampaknya gerah dengan sorotan terhadap kinerja anak buahnya. Lewat Kasi Penkum dan Humas, Reinhard Tololiu SH, Kajati menekankan masyarakat tak perlu segan untuk mempersoalkan bila ada jaksa yang diduga melakukan kecurangan. Tak hanya itu, Kajati bahkan mempersilahkan masyarakat untuk menjebaknya.
Tololiu seperti dilansir salah satu media local mengatakan, selama ini banyak kritikan yang muncul terkait kinerja para jaksa. Kritikan ini menurutnya mereka terima tetapi dia minta untuk disampaikan dengan santun, tak hanya menuduh tanpa bukti cukup.
Dikatakan Tololiu, sekalipun demikian ada sejumlah oknum yang sering berbohong dan main tuding saja. Tapi selama itu pula Kejati menahan diri atas tuduhan-tuduhan yang tidak memiliki dasar dan bukti itu.
Masyarakat atau juga rakyat, hanya sering dijadikan sebagai objek, bukan sebagai subjek penegakan hukum. Di tahun-tahun sebelumnya, dan bahkan masih terlihat hingga sekarang, di Negara ini hukum seolah-olah hanya milik penguasa dan pemilik modal. Rakyat kecil, selalu diidentikan dengan rakyat yang katanya Negara rawan melanggar hukum. Sehingga jangan heran kalau vonis untuk seorang seorang pencuri ayam masih lebih berat di banding seorang pejabat yang mengkorupsi uang Negara miliaran rupiah. Ini menggambarkan secara sinis, betapa hukum hanya milik para penguasa dan pemilik modal.
Kini paradigma harus dirobah. Dalam rangkah supremasi hukum, maka rakyat harusla diperlakukan sebagai subjek dalam usaha penegakan hukum Rakyat jangan lagi diperlakukan sebagai objek hukum, atau kelompok orang yang selalu diawasi, melainkan juga subjek yang mestinya bermitra dengan instrumen negara untuk itu, seperti polisi dan kejaksaan.
Ada harapan baik ketika Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulut, Sugiharto Reksopertomo SH MH menyampaikan keterbukaanya untuk melibatkan juga rakyat dalam usaha penegakan hukum. Semua tahu bahwa polisi atau dan para jaksa juga adalah manusia. Mereka sama dengan manusia kebanyakan, masih punya mata, mulut, perut dan lain sebagainya seperti yang dimiliki oleh para preman kampungan sampai kelas kakap. Mereka punya ambisi dan hasrat. Sehingga mereka juga bisa melakukan sama dengan apa yang dilakukan oleh koruptor dan penjahat lainnya.
Sehingga sangat tepatlah kalau kemudian untuk usaha penegakan hukum ini, rakyat dilibatkan dalam usaha mengawasi dan mengontrol secara aktif kemungkinan pengkhianatan pada profesionalisme kerja yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam grada terdepan dalam menjadikan hukum di Indonesia untuk pendisiplinan, penjerahan, pertobatan dan pemanusiaan kembali manusia yang telah terjebak di kehidupan gelap. Harapan kita, hukum di Indonesia tidak lagi dalam rangka membinasakan melainkan untuk pembaharuan. Semoga saja.