Di daerah kita ini, bencana terjadi secara beruntun. Habis banjir dan longsor dan di sejumlah wilayah di Mitra dan Minahasa, datang lagi letusan gunung Soputan di Minsel. Ratusan hektar lahan pertanian di kabarkan rusak akibat pasir dari gunung itu. Sekarang lagi, sekitar 500-an warga Pulau Siau, Kabupaten Sitaro, yang tersebar di sekitar kaki gunung api Karangetang, kembali mengungsi. Ini diakibatkan aktivitas Karangetang yang makin menjadi-jadi, sehingga statusnya sejak Sabtu (18/08) lalu langsung ditingkatkan dari waspada menjadi awas.
Di Mitra misalnya, sejumlah desa di Kecamatan Toluan, hingga
Tapi. Kalau kita hidup di dekat pusat pemerintahan kita akan mendengar setiap harinya bunyi raungan sirene dari mobil pejabat yang lewat kesana kemari. Mobil-mobil angkot milik rakyat harus minggir karena ada pejabat yang menumpang di mobil mewah akan lewat. Kita akan juga melihat rumah-rumah yang wah, milik para elit di legislatif maupun eksekutif. Fasilitas hidup mereka sangat terjamin. Jas dan senyum arogan dikembangkan dari bibir para pejabat itu. Mereka seolah-olah menjadi kaisar dan ratu di sebuah kerajaan. Rakyatnya harus tunduk dan memperlihatkan rasa hormat yang sangat. Kehidupan para elit memang sangat mengesankan.
Ini sangat kontras dengan kondisi riil rakyat, yang mereka jual waktu kampanye atau dalam bicara-bicara mereka di ruang publik. Kondisi kehidupan yang beda antara rakyat yang miskin dan elit yang kaya dan lengkap fasilitas hidupnya, memperlihatkan sebuah perbedaan yang mencolok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Inilah kondisi riil kehidupan negara kita. Sebuah kondisi yang menuntut perubahan. Rakyat sebenarnya tidak akan terlalu pusing dengan gaya hidup elitnya, asalkan kehidupan mereka sebagai rakyat dalam keadaan sejahtera. Sebab. Pembangunan negara ini tujuannya tidak hanya untuk kesejahteraan para elit, melainkan juga untuk rakyat atau untuk semua yang menghuni negara ini. Karena, kemerdekaan negara ini, tidak hanya diperjuangkan oleh satu golongan saja, melainkan semua.