Pihak management triple Murah-murah Mart atau Tripel M sebuah swalayan di Kota Tomohon akhirnya melaporkan pemerintah kota kepada aparat kepolisian. Ini lakukan menyusul ketidakpuasan dari pihak Manajemen Tripel M atas kebijakan pemkot tomohon yang mengeksekusi atau membongkar paksa sejumlah bangunan semi permanent milik swalayn itu.
Pihak Pemerintah kota melalui kepala Kesbangpol Drs Wendy Karwur, mengatakan eksekusi tersebut mengacuh pada Peraturan walikota nomor 6 tahun 2007 tentang ketertiban. Alasan pemkot tomohon membongkar sejumlah bagunan tersebut adalah karena pihak manajemen tripel M belum mengantongi ijin mendirikan bangunan atau IMB. Memang pemilik trpel M, Marten Manopo kepada wartawan mengakui kalau pihak manajemennnya masih sementara mengurus IMB. Ia pun mengakui kalau ini adalah kelalaian manajemennya.
Tapi ini kemudian berbuntut panjang menyusul ada data yang menyebutkan bahwa sebagian besar bangunan di Kota Bunga ini belum memiliki IMB, termasuk milik pejabat eksekutif dan legislatif, juga swasta. Wakil Ketua Dewan Kota Tomohon Ir. Miky Wenur mengatakan bahwa sekitar 90 persen bangunan di Kota Tomohon belum memiliki IMB. Sehingga dia mengatakan mestinya pemkot melakukan lagi sosialisasi, dan kalaupun harus ada penertiban, mestinnya mengikuti mekanisme yang berlaku. Pengamat investasi yang juga anggota dewan kota Tomohon, Johny Sumolang mengatakan penertiban seperti ini bisa mempengaruhi iklim investasi di Kota Tomohon.
Soal banyaknya bangunan yang belum memiliki IMB di Kota ini, juga dibenarkan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Ketertiban Umum Kota Tomohon, Drs Wendy Karwur. Ketika dikonfirmasi wartawan dia mengatakan bahwa data yang ada pada pihaknya tercatat sebagian besar bangunan rumah milik pejabat di Pemkot Tomohon tak ber-IMB. Bahkan sebagian besar bangunan rumah milik anggota DPRD Kota Tomohon juga mengantongi IMB.
Sikap tegas pemerintah dalam usahanya membuat kota menjadi indah dan tertib, memang mutlak harus didukung. Tapi, persoalan yang mestinya diperhatikan adalah aspek keadilannya. Apakah adil, ketika pihak pemerintah buru-buru melakukan eksekusi terhadap sebuah lokasi bangunan milik satu orang, sementara yang lebih banyak lagi dibiarkan begitu saja. Ini bisa menimbulkan pertanyaan soal motivasi di balik kebijakan yang terkesan buru-buru itu. Kecurigaan bisa mengarah pada soal adanya sentimen politik.
Kalau begitu untuk apa ada peraturan ini dan itu dibuat? Apakah hanya untuk kepentingan satu dua orang atau memang untuk disiplin dan ketertiban bersama, warga, pejabat serta pengusaha? Mestinya, perwako, perda dan apapun namanya peraturan yang dibuat pemerintah daerah, pertama-tama bukan hanya soal retribusi dalam rangka mengejar PAD, popularitas top eksekutifnya apalagi kalau dipicu oleh sentimen politik. Pertama-tama dan utama tujuan dibuatnya semua kebijakan itu adalah untuk ketertiban, disiplin, keindahan yang tujuan paling akhirnya adalah kesejahteraan bersama. Ini akan tercapai, kalau peraturan yang dibuat memperhatikan aspek keadilan sosialnya.
Pemerintah hadir sebenanrya bukan untuk merugikan atau membuat menderita warganya. Pemerintah mestinya adalah pihak yang memberdayakan, melindungi, memperkuat kualitas hidup dan mengatur persaingan-persaingan yang muncul agar tidak terjadi konflik. Memang pemerintah dilengkapi dengan kekuasaan, tapi kekuasaanya tidak absolut, sebab, kekuasaan itu tidak turun begitu saja dari langit. Kekuasaan negara atau pemerintah adalah milik rakyat yang dititipkan kepada mereka untuk mengatur kehidupan bernegara dalam usaha mencapai tujuan hidup bersama yang sejahtera. Begitulah sehingga, penertiban harus adil!!!